Koneksi Antar Materi - Pendidikan dan Nilai Sosial Budaya

Oleh Anisa Octafinda Retnasih

 

Mata kuliah Filosofi Pendidikan menjadi satu mata kuliah yang sangat menarik bagi saya. Banyak hal baru yang saya pelajari tentang hakikat Pendidikan yang sebenarnya. Kekaguman saya kepada sosok Ki Hajar Dewantara juga semakin membuncah. Rasa haru, bangga, dan terinspirasi. Bahwa Indonesia kita tercinta memiliki seorang tokoh yang amat besar kiprahnya bagi dunia Pendidikan. Pemikiran beliau tentang prinsip Pendidikan yang memerdekakan dan berpihak pada peserta didik, bagi saya adalah pemikiran yang mulia.

Pada Topik 2 kali ini saya belajar tentang korelasi antara Pendidikan dengan nilai sosial budaya. Hal yang saya percaya tentang peserta didik dan pembelajaran di kelas sebelum mempelajari topik ini adalah bahwa peserta didik itu seperti selembar kertas putih, dimana orang tua dan guru yang akan menggambarkan apa yang aka nada dipermukaannya. Dan pembelajaran di kelas adalah hal yang paling utama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun setelah mempelajari materi pada topik 2 tentang Pendidikan dan nilai Budaya, saya menemukan hal baru. Bahwa peserta didik bukanlah selembar kertas kosong.

Peserta didik adalah sosok yang sudah memiliki segala kodrat yang melekat pada diri mereka. Sehingga tugas guru adalah sebagai pamong yang menuntun anak-anak untuk memperbaiki lakunya agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota Masyarakat. Sedangkan kekuatan sosio-kultural menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang masih samar-samar. Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki laku-nya untuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa.

Dalam perkuliahan pada topik 2 ini kami mahasiswa PPG Bahasa Jerman Universitas Negeri Yogyakarta banyak melakukan dialog dan diskusi budaya. Kami saling berbagi informasi tentang nilai-nilai luhur budaya lokal yang dapat berperan untuk menebalkan laku peserta didik. Difasilitasi oleh dosen kami Prof. Dr. Wening Sahayu, M.Pd. kami bisa lebih dalam memaknai filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan dan kodrat alam serta kodrat zaman. Sebab untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan anak perlu mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam adalah hal yang dimiliki oleh anak sejak lahir, serta kondisi lingkungan dan sosial yang menyertai proses tumbuh kembang mereka. Kondrat alam anak satu dengan lainnya bisa saja berbeda, dipenaruhi oleh berbagai faktor. Sedangkan kodrat zaman adalah kondisi zaman dimana anak tersebut bertumbuh. Tujuan utama pendidikan adalah untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan anak. Dengan meyesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman, maka peserta didik atau anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, memiliki karakter dan mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman.

Relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang memerdekakan murid dengan peran saya sebagai seorang pendidik adalah sebagai bentuk panutan atau pedoman bagi saya untuk menjadi seorang guru yang bisa memiliki keberpihakan pada peserta didik. Agar saya bisa menjadi seorang guru yang bisa mendidik murid saya dengan pendidikan yang menyeluruh. Yaitu proses pendidikan yang memerdekakan peserta didik. Pemikiran Ki Hajar Dewantara seperti nafas bagi seorang guru yang akan menghidupkan setiap kelas-kelas nya, yang kelak akan mengantar peserta didiknya untuk meraih masa depan yang baik, karena telah terasah Budi Pekertinya. 


Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan dan pengajaran menurut saya adalah sebuah gagasan yang sangat revolusioner dan bisa diaplikasikan di segala zaman. Filsafat pemikiran Ki Hajar Dewantara yang mengedepankan Pendidikan untuk membentuk peradaban, bahwa Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan. Memiliki makna yang sangat mendalam yang berarti Pendidikan akan membuat seseorang menjadi lebih berbudaya dan beradab. Sehingga orang yang pintar tidak hanya sekedar pintar namun juga beradab. Falsafah beliau yang kedua adalah Pendidikan membawa perubahan, bahwa Pendidikan dan kebudayaan harus bergerak sesuai alam dan zaman. Dengan demikian Pendidikan akan menyesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman.

Pemikiran beliau tentang Budi Pekerti dan semboyan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani sekaligus menjadi semboyan dalam Pendidikan di Indonesia. Hal ini termuat dalam 3 kerangka perubahan Ki Hadjar Dewantara kerangka prinsip perubahan Pendidikan harus menyesuaikan dengan kodrat alam dan zaman, yaitu perubahan harus bisa menjawab tantangan zaman dan menyesuaikan dengan alam sekitar. Kerangka kedua adalah prinsip perubahan harus berpedoman pada asas kontinuitas (tidak melupakan budaya asal), konvergensi (memperkuat nilai kemanusiaan) dan konsentris (menghargai keragaman). Kerangka ke tiga adalah Pendidikan akan mengasah Budi Pekerti. Budi terdiri dari Cipta (Kognitif), Rasa (afektif), karsa (psikomotor), sedangkan pekerti adalah tenaga/raga. Dari kedua Falsafah dan tiga kerangka perubahan tersebut akan menghasilkan Pendidikan yang holistik/seimbang yang berorientasi pada peserta didik dan akan menjadi Pendidikan yang memerdekakan dimana guru menjadi fasilitator.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat relevan dengan Pendidikan saat ini. Dengan mengusung konsep Kurikulum Merdeka, yang mengutamakan kemerdekaan dalam siswa belajar sesuai dengan fase, tingkatan dan gaya serta motivasi belajar siswa. Kurikulum Merdeka sejalan dengan prinsip Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan harus memerdekakan dengan tujuan akhir keselamatan dan kebahagiaan peserta didik. Dalam beberapa hal, pemikiran Ki Hajar Dewantara juga relevan dengan apa yang saya alami ketika sekolah. Ketika saya bersekolah saat itu menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang memberikan kebebasan pada Satuan Pendidikan untuk menyusun Kurikulum sesuai dengan potensi masing-masing. Hal ini sejalan dengan Kerangkan Perubahan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa perubahan harus memegang prinsip kontinuitas, konvergensi, dan konsentris. Namun dalam praktiknya, saat itu masih banyak guru yang belum menerapkan Pendidikan yang terpusat pada peserta didik. Saat saya sebagai peserta didik, masih banyak guru yang mengajar dengan metode teacher centered atau berpusat pada guru. Kami para murid tidak diberi kebebasan untuk belajar sesuai dengan gaya dan motivasi belajar masing-masing. Guru lebih banyak memberikan materi dan kurang memperhatikan peran siswa dalam belajar. Akan tetapi, saat itu ada juga beberapa guru seperti Guru Mata Pelajaran Bahasa Jerman yang saat itu mengajar dengan metode student centered.

Saat ini ketika saya memilih profesi guru dan masuk dalam Pendidikan profesi guru, dengan penerapan alur MERDEKA saya merasa memiliki kemerdekaan dalam belajar. Alur MERDEKA membantu saya berfikir secara sistematis namun tidak mengikat karena memberi kebebasan untuk berkolaborasi dan elaborasi dengan dosen pengampu. Sehingga ketika menjadi guru nanti, saya ingin menjadi seorang guru yang berperan sebagai fasilitator sehingga bisa memerdekakan peserta didik dalam belajar. Memfasilitasi belajar menurut saya tidak hanya terikat pada menggunakan media ataupun buku yang terbaru, melainkan memberikan ruang bagi peserta didik untuk berkreasi dan mengembangkan diri. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Candi Sewu

Kemerdekaan Ala Keluarga Generasi Maju